Racun Kalajengking Amazon dan Terapi Kanker yang Sedang Muncul: Era Baru dalam Perawatan yang Presisi?

5

Peneliti Brazil telah menemukan molekul dalam racun kalajengking Amazon, Brotheas amazonicus, yang menunjukkan aktivitas antikanker yang menjanjikan terhadap sel kanker payudara. Temuan yang dipresentasikan di FAPESP Week France ini menunjukkan bahwa molekul tersebut meniru tindakan obat kemoterapi yang sudah ada seperti paclitaxel, sehingga memicu kematian sel melalui nekrosis. Ini bukanlah terobosan yang berdiri sendiri; sebaliknya, ini adalah salah satu tren yang lebih besar dalam bioprospeksi dan pengembangan obat yang berasal dari racun.

Mengapa hal ini penting: Selama beberapa dekade, para ilmuwan telah mengetahui bahwa bisa ular mengandung senyawa biokimia kompleks dengan efek yang ditargetkan. Kini, kemajuan dalam rekayasa genetika memungkinkan para peneliti untuk mengisolasi, mereplikasi, dan menyempurnakan senyawa-senyawa ini untuk penggunaan terapeutik – melewati keterbatasan yang bergantung pada ekstraksi hewan hidup. Pendekatan ini semakin efisien dan terukur.

Dari Lem Biologis hingga Pengobatan Kanker: Kekuatan Komponen Racun

Universitas São Paulo (FAPESP) dan lembaga mitranya (INPA, UEA, UNESP) telah secara sistematis mengkloning dan mengekspresikan molekul bioaktif dari racun selama bertahun-tahun. Penyegel fibrin mereka yang dipatenkan, berasal dari bisa ular, sudah menjalani uji klinis fase tiga untuk perbaikan saraf, penyembuhan tulang, dan cedera tulang belakang. “Perekat biologis” ini menunjukkan kelayakan biofarmasi berbasis racun.

Para peneliti sekarang mengoptimalkan proses ini menggunakan ekspresi genetik dalam ragi Pichia pastoris. Hal ini memungkinkan produksi massal enzim-enzim utama (seperti kolin-1 dari ular derik) dan faktor pertumbuhan (CdtVEGF) dengan peningkatan skalabilitas industri. Demikian pula, neurotoksin imunosupresif dari racun kalajengking dan molekul antitumor BamazScplp1 menjadi sasaran ekspresi heterolog – yang berarti mereka dapat diproduksi dalam jumlah besar tanpa bergantung pada hewan hidup.

Bangkitnya Theranostics: Menggabungkan Diagnosis dan Pengobatan yang Ditargetkan

Selain senyawa yang berasal dari racun, pendekatan paralel juga mulai mendapat perhatian: theranostics. Para peneliti di Cancer Theranostics Innovation Center (CancerThera) di Brazil menempelkan radioisotop ke molekul penargetan tumor. Hal ini memungkinkan dilakukannya pencitraan dan terapi radiasi lokal dalam satu langkah.

Prinsipnya sederhana: mengidentifikasi molekul yang terakumulasi pada kanker tertentu, menandainya dengan isotop radioaktif, lalu menggunakan pencitraan untuk memverifikasi konsentrasi sebelum memberikan dosis radiasi yang ditargetkan. Metode ini sedang disempurnakan untuk kanker hematologi (seperti multiple myeloma), tumor kepala dan leher, dan bahkan kanker yang resisten terhadap pengobatan tradisional (seperti yodium radioaktif pada kanker tiroid).

Imunoterapi dan Presisi Berbasis AI: Masa Depan Perawatan Kanker

Yang terakhir, strategi imunoterapi yang dipersonalisasikan muncul dari Institut Ilmu Biomedis Universitas São Paulo. Para peneliti menggabungkan sel dendritik (dari donor sehat) dengan sel kanker dari pasien untuk menciptakan vaksin yang memicu respons imun yang kuat terhadap tumor tersebut. Uji coba awal terhadap melanoma, kanker ginjal, dan glioblastoma menunjukkan hasil yang menjanjikan.

Sementara itu, di Perancis, AI digunakan untuk meningkatkan prediksi MRI untuk kanker otak. Para peneliti di IUCT-Oncopole menerapkan algoritma AI tingkat ruang angkasa untuk menganalisis pemindaian tumor dan memprediksi hasil pengobatan berdasarkan status metilasi DNA. Model ini mencapai akurasi 80-90%, melampaui metode yang ada.

Kesimpulan: Konvergensi senyawa turunan racun, theranostik, imunoterapi yang dipersonalisasi, dan diagnostik berbasis AI menandakan pergeseran menuju pengobatan kanker yang presisi. Kemajuan-kemajuan ini bukanlah penemuan-penemuan yang terisolasi, melainkan perkembangan-perkembangan yang saling berhubungan yang didorong oleh bioprospeksi, rekayasa genetika, dan semakin berkembangnya kesadaran bahwa racun-racun alam yang paling ampuh dapat dimanfaatkan untuk manfaat terapeutik.

попередня статтяObat Baru Menjanjikan dalam Mengontrol Tekanan Darah Tinggi yang Membandel dan Melindungi Ginjal
наступна статтяPai Krim Labu Bawah Hitam: Wahyu Syukur